Monday, March 9, 2009

Surat Soeur Thérèse kepada Bunda Agnes dari Yesus (VIII)

VIII


Pada suatu hari ketika Soeur Thérèse menderita karena sakit demam tinggi, salah satu suster disitu meminta tolong dia untuk membuat lukisan yang cukup sulit. Untuk sesaat penampilan Thérèse nampak dibebani oleh pertentangan didalam dirinya, dimana hal ini diketahui oleh Bunda Agnes dari Yesus. Malam itu juga Thérèse menulis kepadanya seperti berikut ini.

28 Mei 1897

Ibuku yang terkasih. Aku telah mencucurkan air mata yang manis, air mata pertobatan, tetapi juga air mata syukur dan kasih. Hari ini aku memperlihatkan kepadamu harta kekayaan dari kesabaranku, dan betapa bijaksananya aku, aku yang lancar memberi nasihat kepada orang lain. Aku berbahagia karena engkau tahu akan usahaku untuk mencari kesempurnaan. Engkau tidak menegur aku, meskipun aku layak menerimanya. Namun sepanjang waktu kelembutanmu berbicara kepadaku lebih kuat dari pada kata-kata yang kasar. Bagiku, kamu adalah gambaran dari kerahiman Tuhan.

Sebaliknya, suster N, lebih sering mencerminkan kekerasan Tuhan. Baiklah, aku telah berjumpa dengannya, dan bukannya bersikap acuh sewaktu dia berpapasan denganku, tetapi dia memelukku dan berkata: “Suster kecil yang malang, maafkan aku, aku tidak ingin melelahkan kamu, memang aku salah jika aku meminta tolong kepadamu, tinggalkanlah tugas itu bagiku sendiri”. Didalam hati aku sangat menyesal, aku terkejut karena aku tidak menerima tuduhan kesalahan. Aku tahu bahwa dia menganggapku tidak sempurna. Dia berbicara seperti ini karena dia mengira bahwa aku akan segera meninggal. Tetapi bagaimanapun juga, aku tidak mendengar apa-apa kecuali kata-kata yang baik dan lemah lembut darinya. Maka aku menganggap dia amat baik dan diriku adalah makhluk yang tidak menarik hati.

Ketika aku kembali ke kamarku, aku tertegun merenungkan apa yang dipikirkan Yesus ketika tiba-tiba aku ingat akan SabdaNya kepada wanita yang diutuduh berbuat zina: “Tidak adakah seorang yang menghukum engkau ?” (Yoh.8:10). Dengan air mata berlinang aku menjawab Dia: “Tak seorangpun, Tuhan, tidak juga Ibu kecilku, yang merupakan gambaran dari KerahimanMu, ataupun Suster N, yang merupakan gambaran dari penghakimanMu. Aku merasa bahwa aku bisa pergi dengan damai, karena Engkaupun tidak menghukum aku”.

Aku mengakui bahwa aku sangat bahagia karena kelemahanku dari pada jika aku, karena rahmat, menjadi contoh dari kesabaran. Sangat baik bagiku untuk mengetahui bahwa Yesus selalu bersikap manis dan lembut terhadap aku. Sungguh hal itu bisa membuatku mati oleh karena kasih dan syukur yang amat besar.

Ibu kecilku, engkau akan mengerti betapa malam ini piala Kerahiman Tuhan telah melimpahi anakmu ini. Saat inipun aku telah merasakannya. Ya, semua pengharapanku akan digenapi.



Sungguh Tuhan akan melaksanakan keajaiban-keajaiban bagiku dan hal itu akan jauh melebihi keinginan-keinginanku yang tak ada batasnya ini.