B A B 5
“Yang turun ke tempat penantian, pada hari ke tiga bangkit dari antara orang mati”.
Kalimat didalam doa Credo ini dibuat dengan berbagai kesulitan. Hal itu kemudian dilengkapi pada tahun 570.
Mula-mula, kata ‘turun’ memberikan tiga pengertian : langit diatas yang diciptakan, bumi yang berada ditengahnya, dan tempat tinggal orang mati, yang di bawah. Struktur alam semesta seperti ini sulit sekali diterima oleh orang modern sekarang.
Kemudian terdapat kata ‘neraka’. Saat ini, ‘neraka’ berarti tempat hukuman bagi orang yang dikutuk. Namun ia tidak berarti seperti itu didalam doa Credo. Perjanjian Baru berbicara tentang neraka dari orang-orang terkutuk sebagai ‘Gehenna’ (Mat.5:29-30; 10:28), atau ‘Tartarus’ (2 Ptr.2:4). Dan bagi kata Surga, digunakan istilah ‘dada Abraham’ (Luk.17:22) atau Firdaus (Luk. 23:43).
‘Neraka’ yang ada didalam doa Credo berarti ‘dunia orang mati’ (Kis. 2:27,31) atau Sheol. Untuk istilah bahasa Yunani dan Yahudi, Hades atau Sheol berarti ‘dunia orang mati’, dan digambarkan sebagai suatu tanah yang kelabu, suram, tanpa ada terang, tak berwarna, tak ada kebahagiaan, dimana penghuninya bergerak seperti hantu, dan lebih menyerupai makhluk ‘bukan-manusia’ dari pada manusia.
Didalam menyatakan bahwa Yesus turun ke tempat penantian, (didalam bahasa Inggris dari Credo digunakan kata ‘hell’,yang berarti neraka, tetapi didalam bahasa Indonesia, hal itu diterjemahkan sebagai ‘tempat penantian’), doa Credo ini menyatakan dua hal.
Pertama, ia menegatakan bahwa Yesus sesungguhnya telah mati, bahwa Dia telah merasakan kematian hingga tetes darahNya yang penghabisan. Paus Yohanes Paulus II mengatakan :”Selama tiga hari (tidak penuh) diantara saat Dia menghembuskan napas terakhir (Mrk. 15:37) hingga KebangkitanNya, Yesus mengalami ‘rasa dari kematian’, yaitu pemisahan tubuh dari jiwa, seperti yang dialami oleh semua orang. (Didalam Credo bagi Misa anak-anak, kalimat ini berbunyi :’Dia turun ke tempat orang mati’, berarti bahwa Dia benar-benar mati).
Kedua, kalimat ‘Dia turun ke tempat penantian’ mengatakan bahwa penebusan oleh Yesus ini berlaku bagi semua orang, bagi mereka yang pernah hidup dan telah mati sebelum Kristus ada di dunia ini. Bapa Suci, Yohanes Paulus II, memberi komentar tentang kalimat yang ada didalam tulisan Petrus :’Dan didalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang didalam penjara’ (1 Ptr. 3:19), Paus Yohanes Paulus II berkata :”Hal ini menunjukkan secara kiasan, luasnya cakupan karya penyelamatan Kristus kepada orang-orang yang adil, laki-laki dan perempuan, yang telah mati sebelum Dia”.
Pernyataan itu berarti bahwa hal itu memberi kita pengharapan. Neraka, seperti anda tahu, adalah keadaan yang ditinggalkan oleh Allah, tidak ada Allah disitu. Pada suatu acara retret yang diberikan oleh Eileen George, dia memberikan gambaran tentang rasa sakitnya neraka.
“Berkali-kali didalam tugas perutusan saya, saya mendengar keluhan, baik fisik maupun rohani. Namun keluhan yang paling sering adalah : ‘Tuhan telah meninggalkan aku. Dia mengabaikan aku. Aku tidak mau lagi berdoa. Aku tidak merasa ingin berdoa. Dia tak mau mendengar aku. Dia tak mau menjawab doa-doaku. Jika Dia ada disini, mengapa Dia melakukan hal ini kepadaku ?’ ”.
“Setiap kali saya mendengar keluhan semacam ini, ‘Tuhan telah mengabaikan aku’, saya ingat akan pelajaran tentang neraka. Maka disini saya membagikan kepada anda tentang penglihatan atau impian saya tentang neraka. Hal ini bukanlah untuk menakut-nakuti anda, tetapi untuk memberikan satu pelajaran kepada anda, seperti halnya saya belajar suatu pelajaran.
Suatu hari saya pernah bermimpi.... saya melihat Allah Bapa. Dia berkata kepada saya :”Peganglah tanganKu, nak. Aku ingin membawamu ke suatu tempat. Maka saya lalu memegang tangan Bapa, dan Dia membawa saya ke pintu-pintu gerbang yang amat besar. Pintu-pintu itu tidak terbuat dari besi ataupun kayu, atau dari bahan lainnya seperti yang pernah yang saya lihat. Bapa kemudian melepaskan DiriNya dari pegangan tangan saya dan berkata :’Kamu harus masuk. Aku tak bisa memasuki tempat itu’. Saya menjadi bingung, tetapi saya mematuhiNya. Bapa melepaskan tanganNya dan saya berjalan melewati pintu-pintu itu. Saya mendengar bunyi dentangan yang keras dibelakang saya dan ternyata pintu-pintu itu tertutup sendiri.
Tempat itu adalah sebuah kegelapan, namun disitu ada cahaya yang bukan seperti yang sudah kita kenal selama ini. Tempat itu amat lembab dengan bau-bauan yang amat mengerikan. Tak ada kehidupan disitu, tak ada tanda-tanda kehidupan : tak ada rumput, burung-burung, tak ada siulan dari pepohonan, karena tak ada pohon disitu, tak ada tanda-tanda kehidupan apapun juga disitu. Saya mulai merasakan sedikit ketakutan. Saya mencium aroma yang mengerikan, tetapi ia bukan berasal dari tingkatan dimana saya berada saat itu (di neraka, tempat saya berdiri ini adalah tingkatan yang pertama, dan ada banyak tingkatan yang semakin menurun kearah bawah, sesuai dengan derajat pengadilan Bapa). Saya tahu aroma itu, bau daging yang terbakar yang membuat rasa mual, yang berasal dari tingkatan lain di neraka itu.
Itu adalah sebuah tempat yang amat mengerikan. Saya ingin segera lari dan keluar dari sana, karena sebuah rasa sakit yang hebat mulai menyerang perut saya. Nampaknya seperti mau mati rasanya. Saya harus segera keluar dari tempat ini (saya memiliki penyakit kanker dan saya kesakitan, kadang-kadang ketika saya merasa kesakitan, saya merasa akan kehilangan daya ingat saya), karena tempat ini mengerikan sekali dan rasa sakitnya hebat sekali, belum pernah saya alami sebelumnya. Ketika saya berusaha bergerak, kaki saya terasa seperti dibalut semen.
Akhirnya saya melihat ada dua makhluk. Mereka nampak seperti tonggak dari arang batubara yang membara, namun tak ada daun-daunnya disitu, tak ada tanda-tanda kehidupan padanya. Mereka telanjang, namun saya tak bisa mengatakan dia itu laki-laki atau perempuan. Rambutnya panjang dan gelap. Akhirnya, ketika kaki saya bisa digerakkan, saya melihat orang-orang itu melihat kearah saya, wajahnya nampak kabur tak berbentuk. Belum pernah saya melihat wajah seperti itu sebelumnya. Matanya membuat cekukan seperti telur, dimana nampak api yang menyala-nyala didalam mata itu tetapi tidak sampai menyembur keluar.
Namun pemandangan itu tidak begitu menyakitkan seperti rasa sakit didalam tubuh saya ini. Sejauh ini, rasa sakit itu yang paling besar yang pernah saya alami.
Akhirnya, saya mencapai pintu dan saya terjatuh diluar pintu itu di kaki Daddy-Allah. Rasa sakit itu langsung hilang. Saya menyadari ketika saya memandang mata Bapa bahwa rasa sakit ini merupakan bentuk tidak hadirnya Daddy-Allah di tempat itu.
Karena itu rasa sakit yang terbesar di neraka adalah karena tidak adanya Tuhan disitu. Itu adalah rasa sakit yang amat mengerikan, namun segera setelah aku berada diluar pintu-pintunya, dihadapan Bapa, sakit itupun menghilang.
Karena itu jika ada rasa sakit yang amat besar, janganlah datang kepadaku dan berkata :’Tuhan telah meninggalkan aku’. Di dunia ini, Tuhan tak pernah meninggalkan kita. Dia tak pernah menjauh dari kita. Kitalah yang menjauh dari Dia. Tetapi Dia tak pernah meninggalkan kita disini.
Jadi kematian adalah suatu bentuk kepergian, ditinggalkan oleh semua orang. Terjadilah kesendirian yang mutlak. Karena seseorang mati sendirian. Dia dibawa ke kubur sendirian. Itulah sebabnya Perjanjian Lama hanya memiliki satu kata bagi neraka dan kematian ‘Sheol’. Perjanjian Lama mengatakan bahwa neraka dan kematian adalah identik dengan ‘ditinggalkan’. Namun Yesus turun diantara orang mati untuk menghapuskan keadaan ‘ditinggalkan’ ini. Orang mati kini tidak lagi sendirian. Yesus ada disitu. Elizabeth Kubler Ross, didalam prakata buku ‘Life After Life’ dari Dr. Moody, menulis :’Pasien yang sekarat masih memiliki kesadaran kepada lingkungannya, setelah dia dinyatakan mati secara klinis’.
‘Semua pasien-pasien ini mengalami keadaan melayang diluar tubuh fisik mereka dan mengalami rasa damai yang besar serta keutuhan. Sebagian besar mereka tahu akan adanya orang-orang lain yang menolong dirinya, didalam proses transisi menuju keberadaan di dunia yang lain’.
Kristus selalu menunggu orang yang sekarat ini. Dia adalah Kasih. Dia adalah Kehidupan. Dia adalah seorang Pribadi. Jika ada seorang anak kecil tersesat di tengah hutan pada malam hari, maka rasa takut akan menguasai hatinya yang kecil itu. Dan tanpa alasan lagi, tak ada yang bisa menghilangkan rasa takut ini kecuali ada kehadiran orang lain, seorang ibu atau bapa, untuk menemukan anak itu dan mengangkat serta memeluknya. Hanya itu saja yang bisa menghilangkan rasa takutnya. Didalam kesedihanNya di taman, Yesus hanya menginginkan satu hal : ada orang yang menemaniNya. Lalu sebagai jawaban atas doaNya, Bapa mengutus orang lain : seorang malaikat datang untuk menguatkan Dia (Luk.22:43).
Karena itu adanya rasa takut yang amat besar karena adanya perasaan ditinggalkan pada saat kematian, menjadi hilang karena Yesus telah turun kepada orang itu. Turunnya Yesus ini telah menjadikan orang mati itu berada dalam kemenangan. Maka St.Paulus berkata :”Hai maut, dimanakah sengatmu ? (1 Kor.15:55). ‘Sengat kematian adalah dosa’, karena hanya dosa saja yang menutupi Kristus, dan jika seseorang mati tanpa Kristus berarti dia ditinggalkan selamanya, itulah neraka atau kematian kedua’ (Why.20:14).
Karena itu, Dia turun ke tempat penantian (diantara orang mati) adalah sebuah pernyataan yang mengandung pengharapan. Ia bukan saja berkata bahwa kematian telah dilepaskan dari ketakutannya, tetapi juga bahwa kita bisa menghadapi saat-saat kehidupan ini dimana kita akan berkata :’Allah telah meninggalkan aku’.
Sabtu Suci, setelah hari Jumat Agung. Untuk satu saat yang singkat, Allah telah ‘mati’, dimakamkan dalam sebuah kubur, menghilang dari dunia ini yang Dia ciptakan. Dia tidak lagi berjalan di dunia ini. Dia tidak lagi berkata-kata. Hanya ada keheningan, kesunyian kuburan. Dia telah turun diantara orang mati, Dia telah meninggalkan dunia. Betapa bekunya Sabtu Suci itu. Duka Maria yang ke tujuh adalah saat pemakaman Puteranya. Maria Magdalena menangis di kuburNya. Pada Paskah pertama itu, kedua murid yang berjalan ke Emmaus telah kehilangan pengharapan sama sekali (Luk.24:21).
Begitu seringnya, seolah-olah Tuhan telah mati didalam kehidupan kita, kita tak merasakan Allah dengan cara kita sendiri. Bahkan kita berkata :’Tuhan telah meninggalkan aku’. Betapa bodohnya hal ini !! Tuhan tak pernah meninggalkan kita. Dia mungkin bersikap diam. Dia nampaknya ‘mati’, namun Dia itu hidup, karena ‘pada hari ke tiga Dia bangkit dari mati’. Dia bangkit untuk membangunkan saat-saat kesunyian dan rasa ditinggalkan yang kita alami. Kitapun harus turun diantara orang mati, karena seperti emas, harus dimurnikan dengan api. Dan jika kita tetap setia didalam saat-saat cobaan kita, maka sebuah kebangkitan kepada kehidupan yang baru dan lebih baik pasti akan terjadi. Seperti halnya Minggu Paskah yang terjadi setelah Sabtu Suci itu.
Dia turun diantara orang mati untuk memisahkan kematian dari rasa takut dan membawa kita melewati masa-masa neraka kehidupan ini, untuk memberi pengharapan kepada kita.
(Bersambung)