Oleh :
Rev. Albert Joseph Mary Shamon
Judul asli : Our Lady says : PRAY THE CREED
Penerbit : The Riehle Foundation
PO Box 7
Milford, Ohio, 45150
Prakata
Pada 27 Juni 1981, pada penampakan ke enam Bunda Maria di Medjugorje, anak-anak penglihat disitu mendaraskan 7 kali doa Bapa Kami, Salam Maria dan Kemuliaan, menurut cara kebiasaan Kroasia, untuk menghormati ke tujuh duka Bunda Maria. Pada kesempatan inilah Bunda Maria berkata :”Teruskanlah mendaraskan doa-doa ini, dan tambahkanlah juga doa Credo”.
Kemudian pada penampakan yang lain, Bunda Maria mengatakan bahwa doa Credo hendaknya menjadi bagian dari doa pagi mereka (27/1/84).
Pada 10 Februari 1982, didalam buku catatannya, Vicka, yang paling tua dari anak-anak penglihat disana, menulis bahwa doa yang dimaksud oleh Bunda Maria adalah Credo. ‘Ketika kami sedang mendaraskannya, Bunda Maria nampak terus tersenyum. Saya kira tak ada doa lainnya yang bisa membuatnya senang kecuali mendaraskan doa ini’.
Lalu didalam penampakan lainnya Bunda Maria berkata :”Doa yang paling indah adalah doa Credo”. Mengapa ? Karena hal yang paling penting adalah sikap percaya. Surga telah luput dari genggaman karena tidak adanya iman : orangtua pertama kita dulu percaya kepada setan, bukan kepada Tuhan. Karena itu, sebuah tindakan iman diperlukan untuk mendapatkan kembali Surga yang hilang itu. Dan ringkasan dari iman kita itu ada didalam doa Credo.
Kami sungguh berharap dan berdoa agar buku kecil ini akan memperdalam pengertian kita, kasih kita dan devosi kita kepada Iman kita yang mulia ini.
Pesta St.Martha
29 Juli 1989
Albert Joseph Mary Shamon
Pendahuluan
Kita memulai doa Rosario dengan doa Credo Para Rasul. Credo, seperti yang kita miliki saat ini, berakar didalam zamannya Charlemagne (tahun 800). Akar-akar dari doa Credo sendiri sebenarnya berasal dari para rasul. Nampaknya doa Credo sudah ada sejak sebelum akhir abad pertama dan berasal dari Roma. Karena fungsi yang utama dari kota Roma saat itu, maka seluruh negara Barat kemudian menerima hal itu.
Sekitar tahun 390, seorang imam Aquileia Rufinus, (meninggal pada 410), menulis sebuah ulasan tentang apa yang dia sebut sebagai ‘Kepercayaan Para Rasul’. Begitulah munculnya nama Credo Para Rasul.
Rufinus berkata bahwa para rasul menyusun doa Credo sebelum mereka saling berpisah untuk mewartakan Injil kepada dunia, agar terdapat kesatuan didalam ajaran mereka nanti. Perintah terakhir yang diberikan Yesus pada mereka adalah “.... pergilah dan jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.... “(Mat.28:19).
Akibatnya inti dari Credo mereka diwujudkan dalam tiga buah pertanyaan yang diajukan kepada orang yang mau dibaptis :
“Percayakah kamu kepada Allah Bapa yang maha kuasa ?”.
“Percayakah kamu akan Yesus Kristus, Putera Allah ?”.
“Percayakah kamu akan Roh Kudus ?”.
Pada abad ke tiga, rumusan ini berkembang menjadi doa Credo. Namun bagian kalimat yang paling berkembang adalah yang mengenai Kristus dan Roh Kudus, karena orang yang dibaptis harus mengikuti Kristus, dan Roh Kudus adalah merupakan napas kehidupan dari Gereja, dimana mereka dibaptis.
Pada abad ke 4, bentuk tanya-jawab ini melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat iman. Kemudian hal ini berkembang menjadi Credo seperti yang kita kenal, dibawah undang-undang Charlemagne (tahun 800).
Suatu doa Credo diperlukan untuk menyatakan Iman. Seorang Kristiani harus bisa bersikap tegas dan berkata :”Inilah yang kupercayai”.
Hal yang sama pentingnya adalah bahwa seorang Kristiani harus menjalankan imannya, menyatakannya didalam tindakan mereka. “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan ?” (Yak.2:14).
Para rasul mati demi Iman, demi kebenaran yang dinyatakan didalam doa Credo.
Semoga kita juga hidup didalam Iman yang sama, dan mati karena hal itu juga !
Perkataan terakhir St.Teresa dari Avila :”Aku mati sebagai puteri Gereja”.
(Bersambung)