St.Cyprian dari Carthage
Hendaknya kita mengingat bahwa kita tidak boleh mengejar keinginan kita sendiri, tetapi hanya mengejar kehendak Tuhan, sesuai dengan perintahNya agar kita berdoa setiap hari untuk meminta hal itu. Maka betapa mustahil dan absurdnya jika sementara kita meminta agar kehendak Tuhan itu terlaksana, namun ketika Tuhan meminta kita dan memanggil kita dari dunia ini, kita tidak mau patuh saat itu juga pada perintahNya.
Kita berusaha keras untuk bertahan, dan seperti para hamba yang cemberut, kita ditarik menuju kehadiran Tuhan dengan rasa sedih dan dukacita, meninggal dengan membawa beban segala kebutuhan, bukan dengan sikap kepatuhan dari kehendak bebas kita. Dan setelah itu kita juga masih ingin dihormati dengan ganjaran Surgawi olehNya, kepada apa kita datang dengan sikap tidak rela.
Lalu mengapa kita berdoa dan meminta agar kerajaan Surga datang, jika belenggu dunia ini masih menyenangkan kita ? Mengapa dengan doa-doa yang terus menerus kita mohon agar saat pemerintahan kerajaanNya segera datang jika keinginan kita yang terbesar dan paling kuat adalah patuh kepada setan disini, bukannya memerintah di Surga bersama Kristus ?
Akhirnya, rasul Paulus menegur dan menyalahkan kita, yang merasa sedih atas kematian sahabat kita ? Dia berkata :”Aku tidak ingin kamu bersikap bodoh, saudaraku, terhadap mereka yang tidur itu, agar kamu tidak usah bersedih, seperti orang-orang yang tidak berpengharapan saja layaknya.
Karena jika kita percaya bahwa Yesus telah mati dan kemudian bangkit lagi, begitu juga mereka yang tidur didalam Yesus akan dibangkitkan olehNya. Dia mengatakan bahwa mereka yang merasa bersedih atas kematian saudaranya, tak memiliki pengharapan akan Dia.
Namun kita yang memiliki pengharapan dan percaya kepada Tuhan dan percaya bahwa Kristus menderita bagi kita dan kemudian bangkit lagi, tinggal didalam Kristus, dan melalui Dia dan didalam Dia kita bangkit lagi, lalu mengapa kita tidak bersedia untuk berpisah dari kehidupan ini, atau kita meratap dan bersedih karena sahabat kita yang meninggal seolah mereka itu hilang musnah. Padahal Kristus sendiri, Tuhan dan Allah kita, telah memberanikan kita dengan berkata :”Aku adalah kebangkitan dan kehidupan, dia yang percaya kepadaKu, meskipun dia mati namun dia akan hidup, dan barangsiapa hidup dan peraya kepadaKu tak akan mati selamanya”.
Jika kita percaya kepada Kristus, maka marilah kita percaya akan sabdaNya dan janjiNya, dan karena kita tak akan mati selamanya, maka marilah kita datang dengan rasa aman dan bahagia kepada Kristus, dengan Siapa kita akan menang dan memerintah selamanya.
Sementara itu jika kita meninggal, kita memasuki sebuah keadaan keabadian, atau keabadian itu tidak ada sama sekali jika kita tidak mau berpisah atau pergi dari kehidupan di dunia ini. Kematian itu bukanlah sebuah akhir, namun sebuah saat transisi, dan perjalanan didalam waktu ini merupakan sebuah perjalanan menuju keabadian. Siapakah yang tidak mau bersegera menuju hal-hal yang yang baik ? Siapakah yang tidak merindukan untuk berubah dan diperbaharui kepada keserupaan dengan Kristus, dan lebih cepat sampai kepada kemuliaan Surga ? Karena St.Paulus telah berkata :”Karena pembicaraan kita ada di Surga, dari mana kita juga mencari Tuhan Yesus Kristus, yang akan merubah tubuh kita yang hina dan menyelaraskannya dengan tubuhNya yang mulia”.
Kristus, Tuhan, juga berjanji bahwa kita, agar bisa berada bersamaNya didalam rumahNya yang kekal, berbahagia didalam kerajaan Surgawi, Dia berdoa kepada BapaNya bagi kita :”Bapa, Aku ingin agar mereka, yang telah Kau berikan kepadaKu, tinggal bersama Aku, dan agar mereka bisa melihat kemuliaan yang Kau berikan kepadaKu seperti sebelum dunia ini diciptakan”. Dia yang akan menerima tahta Kristus, tinggal didalam kemuliaan kerajaan Surgawi, seharusnya tidaklah bersedih ataupun meratap, tetapi sesuai dengan janji Tuhan, sesuai dengan imannya didalam kebenaran, hendaknya dia berbahagia jika meninggal dan mengalami perubahan.
On the Mortality (or Plague), 18, 21-2.