Apakah gereja dan umat Katolik masih mempercayai Api Penyucian ? Ada seorang di USA berkata bahwa didalam buletin gereja parokinya mengatakan bahwa Api Penyucian itu tidak ada. Benarkah ?
Dari semua ajaran gereja Katolik maka Api Penyucian adalah ajaran yang paling sering dipertanyakan dan diserang oleh umat Katolik sendiri.
Untuk melihat masalah ini marilah kita membaca paragraf 1030-1032 dari katekesis Gereja Katolik. Disitu doktrin mengenai Api Penyucian dinyatakan:
Semua orang yang meninggal didalam rahmat dan persahabatan dengan Allah, namun yang masih belum dimurnikan secara sempurna, mereka diyakinkan memperoleh keselamatan kekal, namun setelah meninggal, mereka masih harus mengalami pemurnian, untuk mendapatkan kesucian yang diperlukan agar bisa memasuki kebahagiaan Surga.
Gereja menamai tempat pemurnian akhir bagi umat pilihan ini sebagai Api Penyucian, yang benar-benar berbeda dengan tempat hukuman bagi orang-orang terkutuk (neraka). Gereja merumuskan doktrin iman mengenai Api Penyucian berdasarkan Konsili Florence dan Konsili Trent. Karena Api Penyucian ada didalam katekesis gereja, maka gereja Katolik masih mengajarkannya, dan umat Katolik wajib mempercayainya.
Karena itu mengapa ada banyak umat yang mengatakan bahwa Api Penyucian bukanlah doktrin gereja ? Sebagian dari kebingungan ini muncul karena umat Katolik mengacaukan pengertian antara Api Penyucian dengan Limbo. Limbo adalah tempat penantian dimana jiwa-jiwa dari anak-anak kecil yang meninggal yang belum dibaptis, tinggal disana untuk sementara waktu.Karena dosa asal mereka masih ada, maka mereka belum bisa memasuki Surga.
Masalah yang besar adalah bahwa banyak umat Katolik yang masih belum mengerti perlunya Api Penyucian itu. Alasan mereka, antara lain, jika kamu akan berakhir di Surga, mengapa harus menghabiskan waktu di tempat yang bersifat sementara ini ?
Salah satu baris kalimat diatas adalah ‘untuk mendapatkan kesucian yang diperlukan agar bisa memasuki Surga’. Hal ini telah merujuk ke satu arah yang pasti, tetapi katekesis gereja Katolik masih memberi lebih dari itu. Didalam bab mengenai indulgensi, terdapat dua paragraf (1472-1473) yang berbicara mengenai ‘hukuman atas dosa’ :
Patut diketahui bahwa dosa memiliki dua macam akibat. Dosa berat menghapuskan persekutuan kita dengan Tuhan, hingga kita tak bisa memiliki kehidupan kekal, yaitu keadaan pengasingan yang disebut sebagai ‘hukuman kekal’ atas dosa. Setiap dosa, termasuk dosa ringan, meninggalkan bekas yang tidak sehat pada diri makhluk, dimana bekas ini harus dibersihkan baik di dunia ini ataupun setelah kematian nanti, didalam Api Penyucian. Pemurnian ini membersihkan seseorang dari ‘hukuman sementara’ atas dosa. Pengampunan dosa dan pemulihan persekutuan dengan Tuhan akan memberikan remisi atas hukuman kekal karena dosa, namun hukuman sementara karena dosa masih tetap ada (hukuman sementara ini bisa karena dosa berat maupun ringan).
Melalui berbagai tindakan penitensial, doa-doa, perbuatan baik, menanggung penderitaan dengan sabar, maka kita bisa mengurangi atau menghapuskan hukuman sementara atas dosa. Jika masih ada hukuman sementara yang belum kita lunasi di dunia ini, maka kita harus melunasinya melalui hukuman didalam Api Penyucian sebelum kita bisa memasuki Surga.
Dari buku Api Penyucian karya FX Schouppe SJ., kita bisa membaca betapa penderitaan didalam Api Penyucian itu bersifat spirituil, dan sesuatu yang spirituil ini adalah lebih besar kwalitasnya dari pada sesuatu yang bersifat jasmani. Maka ada beberapa orang kudus yang dikisahkan didalam buku ini yang lebih suka menderita hingga berdarah-darah di dunia ini dari pada menderita sakitnya kesepian didalam Api Penyucian karena tak bisa memandang wajah Allah.
Begitulah Api Penyucian bukanlah sebuah doktrin yang aneh, yang bersifat hanya menghukum saja. Tetapi Api Penyucian hendaknya kita pandang sebagai doktrin yang menghibur bagi kita. Jika kita tidak sempurna, kita tak bisa memasuki Surga, namun Tuhan memberi kita kesempatan untuk menebus dosa kita didalam kehidupan berikutnya nanti, untuk menebus dosa-dosa yang belum kita tebus di dunia dulu. Dengan menyadari kelemahan kita maka seharusnya kita berterima-kasih kepada Tuhan atas kerahimanNya ini.
Salam damai dan Tuhan memberkati !