Bab 13
Sifat dan nilai dari doa, betapa hati harus merenung dalam dirinya.
Disamping itu karena kita tak mampu melakukan hal ini sendiri dan juga tak mampu melakukan perbuatan baik lainnya, dan karena kita sendiri tak bisa memberi apa-apa kepada Tuhan (dari siapa segala hal yang baik berasal) yang bukan milikNya sendiri, maka dengan pengetahuan ini, karena Dia telah berkenan memperlihatkan kepada kita dengan melalui mulutNya yang penuh berkat dan melalui contoh perbuatanNya, agar kita selalu berpaling kepadaNya dalam segala keadaan dan kesempatan meskipun kita jahat, malang, miskin, pengemis, lemah, tanpa daya, sebagai hamba dan anak. Dan agar kita terus mencariNya dan bersikap percaya menyerahkan kepadaNya segala bahaya yang datang kepada kita dari segala penjuru, benar-benar menyedihkan, dengan pikiran yang rendah hati, rasa takut yang suci, kasih, dengan penuh perenungan, ketenangan, kematangan, benar dan polos, rasa malu karena bersalah, dengan kerinduan yang besar dan niatan yang teguh, dengan hati yang meradang dan pikiran yang tulus. Maka kita musti pasrah dan bertekad untuk menyerah kepadaNya, dengan rasa aman, polos, penuh dan menyerahkan segala milik kita, tanpa menyisakan sedikitpun juga bagi diri kita sendiri, dengan cara yang lengkap, agar kejadian yang sama terjadi pada diri kita seperti pada diri bapa kita, Iskak, yang juga berdoa yang sama ‘Kita akan menjadi satu dengan Tuhan dan Tuhan Allah akan ada didalam diri kita ketika kasihNya yang sempurna, dimana Dia lebih dahulu mengasihi kita, akan menjadi keinginan dari hati kita juga’. Hal ini akan terjadi jika seluruh kasih kita, keinginan kita, perhatian kita, usaha kita, segala hal yang kita pikirkan, yang kita saksikan, kita bicarakan dan kita harapkan, adalah tentang Tuhan dan bahwa persatuan itu yang kini telah terjadi pada Bapa dengan Putera, Putera dengan Bapa, akan dicurahkan kedalam hati dan pikiran kita, sehingga seperti Dia mengasihi kita dengan tulus dan seutuhnya, maka kitapun akan dipersatukan denganNya dengan perhatian yang bersifat kekal dan tak terpisahkan. Dengan kata lain, kita akan dipersatukan dengan Tuhan sedemikian rupa hingga apapun yang kita harapkan, apapun yang kita katakan atau doakan, adalah selalu menuju kepada Tuhan. Hal ini hendaknya menjadi tujuan, perhatian, sasaran dari manusia yang bersifat religius, menjadi layak memiliki gambaran kebahagiaan masa mendatang, didalam tubuh yang bisa membusuk ini, didalam kehidupan kekal dan kemuliaan sejak di dunia ini. Inilah tujuan dari segala kesempurnaan sehingga pikiran yang murni setiap hari akan diarahkan keatas, dari benda-benda fisik menjadi benda-benda spirituil, hingga seluruh kegiatan mentalnya dan seluruh keinginan hatinya menjadi sebuah doa yang tak ada putusnya. Maka pikiran harus membuang hambatan dunia ini dan terus mengarah kepada Tuhan saja, yang harus menjadi keinginan utama dari manusia spirituil, bagi siapa pemisahan atau penyimpangan sedikit saja dari Tujuan Utama itu sudah dianggap sebagai kehilangan yang mematikan dan nampak sebagai mayat hidup. Maka ketika damai yang diinginkan itu telah ada didalam pikirannya, ketika pikirannya telah bebas dari segala perlekatan kepada nafsu-nafsu jasmani, dan bergantung erat didalam intensinya kepada kebaikan utama itu, maka perkataan rasul Yesus telah digenapi ‘Tetaplah berdoa’ (1 Tes 5:17) dan ‘Oleh karena itu aku ingin, supaya dimana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan’ (1 Tim 2:8). Ketika kekuatan pikiran sudah terserap kedalam kemurnian ini, dirubah dari sifat duniawi kepada keserupaan dengan malaikat atau sifat spirituil, maka apapun yang diterimanya, apapun yang dilakukannya, atau dipikirkannya, hal itu adalah murni dan merupakan doa yang tulus. Dengan demikian jika kamu terus berada di jalan yang telah kita jelaskan diatas maka akan menjadi mudah dan jelas bagimu untuk tetap tinggal berkontemplasi didalam batinmu dan dalam keadaan perenungan terus menerus seolah hal itu adalah keadaan alamiah dari dirimu.