Sunday, February 22, 2009

Surat Soeur Thérèse kepada adiknya, Cèline (XIII)



XIII


Adikku yang terkasih. Perhatian kita terhadap satu sama lain dari masa kanak-kanak kita telah berubah menjadi persekutuan yang erat didalam pikiran dan hati kita. Yesus telah menarik kita menuju kepadaNya, bukankah kamu telah menjadi milikNya ? Dia telah menaruh dunia ini dibawah kaki kita. Seperti Zacheus, kita telah memanjat pohon agar kita bisa melihat Dia. Pohon misterius ini telah meninggikan kita diatas segala hal, dari mana kita bisa berkata: “Semuanya adalah milikku, semuanya adalah bagiku. Bumi dan langit adalah milikku, Tuhan sendiri adalah milikku dan Bunda Allah adalah bagiku” (St.Yohanes dari Salib). Berbicara tentang Bunda Terberkati, aku harus mengatakan kepadamu tentang salah satu dari caraku yang sederhana. Kadang-kadang aku mendapati diriku berkata kepadanya: “Ibu yang terkasih, menurutku, aku merasa lebih berbahagia dari pada engkau. Aku memiliki engkau sebagai Ibuku dan engkau tak memiliki Perawan Terberkati yang mau mengasihimu.... Memang benar bahwa engkau adalah Ibu Yesus, namun engkau telah menyerahkan Dia bagiku. Dan Dia dari atas salib telah menyerahkan engkau untuk menjadi Ibu kami. Maka dengan begitu kami adalah lebih kaya dari pada engkau ! Dahulu, dengan kerendahan hatimu, engkau ingin menjadi hamba dari Bunda Allah, dan kini aku, makhluk kecil yang hina ini, ternyata bukan menjadi hambamu, tetapi kami menjadi anakmu. Engkau adalah Ibu Yesus dan engkau juga adalah Ibuku”.


Kemuliaan kita didalam Yesus amatlah menakjubkan, Cèline-ku. Yesus telah membuka bagi kita banyak misteri, dengan membuat kita memanjat ‘pohon misteri’ seperti yang kukatakan diatas. Melalui hal ini pengetahuan apakah yang akan Dia ajarkan ? Bukankah kita belajar segalanya dari Dia ?


“Turunlah segera, karena pada hari ini Aku akan tinggal di rumahmu” (Luk.19:5), begitulah Yesus meminta kita turun. Kemana kita harus pergi ? Orang-orang Yahudi bertanya kepadaNya: “Guru, dimanakah Engkau tinggal ?” (Yoh.1:38). Dia menjawab: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Luk.9:58). Jika kita mau menjadi tempat tinggal bagi Yesus, maka kita harus turun dari ‘pohon’ itu, dan kita harus menjadi miskin sehingga kita tak memiliki tempat untuk meletakkan kepala kita.


Terang rahmat seperti ini telah diberikan kepadaku selama sebuah retret. Tuhan menghendaki agar kita menerima Dia didalam hati kita dan hati kita harus kosong dari segala makhluk. Tetapi sayangnya, hatiku masih belum kosong dari rasa ego. Itulah sebabnya Dia memintaku untuk turun. Dan aku akan turun hingga ke tanah agar Yesus bisa menemukan didalam hatiku sebuah tempat istirahat bagi KepalaNya yang Ilahi dan agar Dia merasakan bahwa disitu, paling tidak, Dia dikasihi dan dimengerti. (Bersambung)