Friday, February 27, 2009

Surat Soeur Thérèse kepada adiknya, Cèline (XVIII)



XVIII


July 7, 1894

Adik kecilku yang terkasih. Aku tidak tahu apakah kamu masih memiliki pola pikir yang sama seperti saat terakhir kamu menulis kepadaku,aku menganggap bahwa kamu masih tetap seperti itu dan aku menjawab dengan kutipan dari Kidung yang menjelaskan dengan tentang keadaan dari suatu jiwa yang mengalami kekeringan jiwa yang amat besar, yang tidak bisa menemukan kebahagiaan atau penghiburan dalam segala hal: "Ke kebun kenari aku turun melihat kuntum-kuntum di lembah, melihat apakah pohon anggur berkuncup dan pohon-pohon delima berbunga. Tak sadar diri aku, kerinduanku menempatkan aku diatas kereta orang bangsawan’ (Kid.6:11).

Itulah gambaran dari jiwa-jiwa kira. Sering kita turun di lembah yang subur di mana hati kita berusaha menemukan makanannya, dan lahan yang luas dari Kitab Suci, yang sering dibuka untuk memberikan harta kekayaan bagi kita, namun kini sepertinya hal itu gersang dan berisi air limbah. Bahkan kita tidak tahu di mana kita berdiri. Di tempat yang biasanya ada damai dan terang, kini yang terasa hanya kesedihan dan kegelapan. Tetapi seperti pasangan pengantin didalam Kidung, kita tahu penyebab dari semua cobaan ini: "Jiwaku merana karena kereta perang bangsawan". Kita tidak berada di negeri kita yang sesungguhnya, dan laksana emas yang dimurnikan didalam api begitu jugalah jiwa-jiwa kita dimurnikan melalui berbagai cobaan. Kadang-kadang kita berpikir bahwa kita ditinggalkan.

Tetapi celakanya, ‘kereta-kereta perang’ itu, teriakan-teriakan konyol itu yang menyerang dan mengganggu kami - hal itu terjadi di dalam ataupun diluar jiwa. Kita tak bisa mengatakan, tetapi Yesus tahu; Dia melihat semua kesedihan kita, dan pada malam hari, secara tiba-tiba, suaraNya akan terdengar: "Kembalilah, kembalilah, ya gadis Sulam: kembalilah, kembalilah, supaya kami dapat melihat engkau." (Kid.6:12).

Oh panggilan yang penuh dengan rahmat ! Kita tidak lagi memperhatikan diri kita sendiri, karena penglihatan ini akan memenuhi kita dengan rasa takut, sedangkan Yesus memanggil kita agar kita dipenuhi dengan kebahagiaan. Dia berkenan memperhatikan kita, Dia datang, dan bersama dengan Dia datang pula Dua Pribadi lainnya dari Tritunggal yang amat terpuji, untuk memiliki jiwa kita.

Tuhan kita telah menjanjikan hal ini, ketika dengan kelembutan yang amat besar Dia berkata sejak dulu: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia” (Yoh.14:23). Maka melaksanakan sabda Yesus ini, adalah merupakan salah satu kebahagiaan kita, yang merupakan bukti kasih kita kepadaNya, dan sabda ini bagiku seolah merupakan Dia sendiri, sebab Dia menyebut DiriNya sebagai ‘Sabda Yang Tak Diciptalkan dari Bapa’.

Didalam Injil yang sama dari Yohanes, Dia membuat doa yang amat baik : “"Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firmanMu adalah kebenaran” (Yoh.17:17). Dan di dalam kutipan yang lain Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Dia adalah "Jalan dan Kebenaran dan Hidup”. (Yoh.14:6). Maka kita tahu makna dari sabda yang harus kita laksanakan ini dan kita tak boleh berkata seperti Pilatus: "Apakah kebenaran itu?" (Yoh.18:38). Kita memiliki Kebenaran itu, sebab Kekasih kita berdiam di dalam hati kita.

Sering Kekasih kita ini bagi kita laksana narwastu. Kita ikut serta merasakan piala penderitaanNya, tetapi betapa manisnya piala itu bagi kita suatu saat nanti ketika kita mendengar kalimat: “bagaimana manis akan kepada kami satu hari ini untuk mendengar kata-kata lemah lembut: "Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu sama seperti BapaKu menentukannya bagiKu” (Luk.22:28,29) (Bersambung)