Thursday, February 26, 2009

Surat Soeur Thérèse kepada adiknya, Cèline (XVII)



XVII



20 Oktober 1893


Adikku yang terkasih. Didalam Kidung, aku menemukan kutipan ini yang kurasa cocok bagimu: “Apa yang kau saksikan pada diri kekasihmu hanyalah berupa para pemain musik didalam barisan bersenjata” (Kid.7:1). Melalui penderitaan, sesungguhnya hidupmu menjadi sebuah medan perang dan disana haruslah terdapat sekelompok pemain musik agar kamu bisa menjadi harpa kecil bagi Yesus. Tetapi tak ada konser yang lengkap tanpa nyanyian, dan jika Yesus yang memainkan alat musiknya, bukankah Cèline yang harus menyanyikan lagunya ? Jika musik itu terlalu sederhana, dia akan menyanyikan ‘lagu pengasingan’. Jika musik itu riang gembira dia akan menghiasi suasana di Rumah Surgawinya ....


Apapun yang terjadi, semua peristiwa duniawi ini, apakah hal itu membahagiakan ataupun menyedihkan, hanyalah seperti suara-suara yang terdengar di kejauhan, tak bisa menciptakan sebuah getaran dari harpa Yesus. Hanya Dia saja yang berhak menyentuh tali harpa itu dengan lembut.


Aku tak bisa berpikir tanpa merasakan kebahagiaan dari orang kudus yang manis itu, Cecilia. Dia memberi contoh yang amat baik bagi kita ! Di tengah-tengah dunia yang kafir, di tengah-tengah bahaya, pada saat ketika ia harus bersatu dengan seorang laki-laki yang sangat mencintanya di dunia ini, maka terasa bagiku seolah dia harus menangis dan gemetar oleh rasa takut. Namun, "selama alunan musik dari pesta perkawinan itu masih bertalu maka Cecilia masih bernyanyi dalam hatinya" (the Office dari St.Cecilia) Betapa hal ini merupakan bentuk tindakan merendahkan diri yang sempurna ! Tidak diragukan lagi bahwa dia juga mendengar melodi-melodi indah dari luar dunia ini, Mempelai Ilahinya yang sedang bernyanyi, dan para malaikat terus mengulang-ulang refren dari nyanyian di malam yang kudus di Bethlehem itu: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi, dan damai di bumi bagi orang-orang yang berkehendak baik".(Luk.2:14)

Kemuliaan bagi Allah ! St Cecilia memahami hal itu dengan baik, dan dia merindukan hal itu dengan segenap hatinya. Dia mengerti bahwa Yesus sangat haus akan jiwa-jiwa.... dan itulah sebabnya maka seluruh keinginannya adalah untuk membawa kepadaNya dengan segera jiwa seorang anak muda Roma, yang hanya memikirkan kemuliaan duniawi saja. Perawan bijaksana ini akan menciptakan seorang martir dari pria itu, dan banyak orang akan mengikuti jejaknya. Perawan ini tidak kenal takut, karena para malaikat telah menjanjikan damai kepadanya melalui nyanyian mereka. Dia tahu bahwa Pangeran Perdamaian akan melindungi, akan terus menjaga keperawanannya, dan akan membalasnya dengan ganjaran. . . . "Oh, betapa cantiknya angkatan yang murni hatinya !" (Keb.4:1).


Adikku yang terkasih, aku hampir tidak mengerti apa yang kutulis, aku membiarkan penaku mengikuti keinginan dari hatiku. Kamu mengatakan kepadaku bahwa kamu merasakan kelemahanmu, namun sesungguhnya itu adalah sebuah anugerah. Adalah Tuhan yang menabur benih keraguan akan dirimu sendiri dalam hatimu. Janganlah takut ! Jika kamu tidak gagal dalam memberiNya kesenangan dalam perkara yang kecil, maka Dia akan merasa berkewajiban untuk membantumu dalam perkara yang besar.


Para rasul dahulu telah bekerja keras dalam waktu yang lama tanpa Dia, mereka telah bekerja sepanjang malam tanpa bisa menangkap seekor ikanpun. Kerja keras mereka itu bukannya tidak diterima oleh Yesus, tetapi Dia ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Pemberi segala sesuatu. Jadi sebuah tndakan merendahkan diri telah dituntut dari para rasul, Tuhan kita yang penuh kasih akan berkata kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu memiliki sesuatu untuk dimakan ?" (Yoh.21:5). Santo Petrus, mengakui kelemahannya, dan dia berseru: "Tuhan, kami semua telah bekerja sepanjang malam, dan kami tidak memperoleh apa-apa" (Luk.5:5. Soeur Thérèse telah ikut serta merasakan sekali dari dua kali keajaiban mendapatkan ikan ini). Hal itu sudah cukup, Hati Yesus telah merasa tersentuh. . . . Seandainya murid Yesus itu telah mendapatkan ikan, meskipun sedikit, mungkin Guru Ilahi kita kita tak akan melakukan keajaiban itu. Tetapi dia tidak memperoleh apa-apa, maka melalui kuasa dan kebaikan Allah, jala itu segera diisi dengan ikan yang besar-besar. Itulah cara dari Tuhan kita. Dia memberi, sebagai Tuhan, dengan kemurahan ilahiNya, namun Dia tetap menekankan perlunya kerendahan hati. (Bersambung)