Sunday, November 29, 2009

Berdoalah Credo



B A B 4

”Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Ponsius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan”.

Semua orang dilahirkan untuk hidup, hanya satu Orang saja yang dilahirkan untuk mati, yaitu Yesus Kristus. Itulah sebabnya setelah berkata :’dilahirkan oleh Perawan Maria’, doa Credo meloncati seluruh sisa kehidupan Yesus hingga menuju kepada akhirnya :’menderita sengsara dalam pemerintahan Ponsius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan’.

St.Thomas mengatakan bahwa setetes darah Yesus sudah cukup untuk menyelamatkan seluruh dunia. “.... bersihkanlah aku didalam DarahMuy / dimana satu tetes saja bagi para pendosa / bisa memurnikan seluruh dunia dari kejahatannya”. Jika satu tetes sudah mencukupi, mengapa harus dilakukan penderitaan yang begitu hebatnya di masa Ponsius Pilatus serta harus disalibkan pula ?

Kedua palang yang membentuk salib menjelaskan hal itu kepada kita.

Palang horizontal, seperti lengan yang terentang, mengatakan kepada kita bahwa Yesus mati karena Dia mengasihi kita begitu besarnya ! “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).

Ada orang yang berkata :’Aku bertanya kepada Yesus, berapa besarnya Dia mengasihi aku’, dan Yesus menjawab :’Sebesar ini’, sambil Yesus merentangkan tanganNya disalib dan kemudian mati.

Pepohonan dan bunga-bunga berkisah tentang kasih Allah

Dan langit mengungkapkan tentang hal yang sama dari atas

Namun tak ada bunga-bunga, awan gemawan ataupun matahari

Yang bisa mengajarkan bagaimana kasihNya kepadaku

Seperti halnya salib ini !

Palang vertikal, seperti sebilah pedang, menyatakan betapa besarnya dosa hingga bisa membunuh Putera Allah. Salib menyatakan :’Dosa ini adalah penyaliban’.

Dia menderita selama pemerintahan Ponsius Pilatus karena penyaliban adalah cara hukuman masyarakat Romawi saat itu.

Ponsius Pilatus adalah penguasa wilayah Yudea dari tahun 26 – 35. Dia berusia setara dengan Yesus, namun dia adalah seorang pria yang congkak, aristokrat, dan bersifat autokratis. Istrinya adalah Claudia Procula, cucu dari Kaisar Agustus. Dia berpendidikan, cerdas, dan membela Yesus pada saat pengadilan atas DiriNya (Mat. 27:19).

Tetapi perhatian utama Ponsius Pilatus adalah pada dirinya sendiri. Pertanyaan utamanya adalah bukan ‘Apakah kewajibanku ?’, tetapi ‘Bagaimana hal ini bisa mempengaruhi aku ?’. Apa yang diinginkan orang-orang Yahudi dari Pilatus adalah hukuman mati bagi Yesus. Namun Yesus menderita lebih besar lagi karena kelemahan sikap dari Ponsius Pilatus saat itu.

Lalu Yesus dikirimkan kepada Herodes dan Dia dihinakan oleh karena kelamahan dan sekaligus kesalahan Pilatus ini.

Yesus ditempatkan di tempat yang sederajad dengan penjahat besar Barabas, tetapi Barabas, karena sikap Pilatus yang tidak tegas itu, justru dia bersimpati kepada Yesus.

Yesus disiksa oleh cambukan-cambukan yang mengerikan, dan diperolok-olokkan sebagai raja dengan jalan diberi mahkota duri dan semuanya ini sekali lagi, disebabkan oleh kelemahan Pilatus.

Pilatus berusaha untuk mencuci tangannya atas semua perlakuan itu, tetapi dengan berkata tidak, bukan berarti tidak bertindak. Suatu tindakan, berbicara lebih keras dari pada perkataan. Maka Credo berkata :’Menderita dibawah pemerintahan Ponsius Pilatus’.

(Pilatus diturunkan dari kekuasaannya pada tahun 36 dan diasingkan ke Vienne, Rhone, Perancis Selatan. Tradisi mengatakan bahwa dia, seperti Yudas, melakukan bunuh diri di Swiss dengan menceburkan dirinya ke danau di puncak gunung Pilatus yang menghadap ke danau Lucerna).

Penderitaan Yesus yang kejam dan brutal ini berpuncak pada kematian yang lebih menyakitkan lagi, dengan melalui penyaliban. Disini para penulis Injil mempertahankan sikap diam yang bijaksana. Penjelasan mereka begitu obyektif dan tidak bersifat emosional sehingga mereka seperti memberikan sebuah laporan medis atau ilmiah. ‘Mereka menyalibkan Dia’. Itu saja yang mereka katakan. Tetapi begitu mengerikan dan menyakitkan sekali kematian di salib itu, dimana hukuman seperti itu hanya diperuntukkan bagi orang asing dan para budak saja.

Di salib Yesus mati, dimana Dia masih mendoakan para musuhNya, sebab Dia hanya berpikir tentang orang lain saja. Begitu agungnya sifatNya seperti Allah, hingga Dia mau disalib, sehingga Dismas, si pencuri itu, dan Longinus, keduanya mengakui Dia sebagai Putera Allah. Lalu ketika Dia mati, bahkan seluruh Alam terguncang. Matahari menjadi gelap, gunung-gunung bergetar, dan tirai Bait Allah terkoyak dari atas ke bawah, dan kubur-kubur menampakkan isinya. Seperti Shakespeare menulis :’Ketika pengemis mati, tak ada komet terlihat..../ langit sendiri bernyala-nyala karena kematian para pengeran’.

Orang yang ragu-ragu dan menentang kebangkitan Yesus, sering menyangkal bahwa Dia benar-benar mati. Karena itu Credo menambahkan :’Yang menderita didalam pemerintahan Ponsius Pilatus, disalibkan, wafat dan DIMAKAMKAN’. Jadi hanya orang mati saja yang dimakamkan.

Longinus meyakinkan bahwa Yesus mati dengan cara menikamnya dengan sebuah tombak pada sisi lambungNya. Pilatus juga menegaskan hal ini sebelum dia mengijinkan Yosef dari Arimatea untuk menguburkan Yesus. Jadi, baik sahabat maupun musuh Yesus sama-sama yakin akan kebenaran kematian Yesus.

Dan Dia dikubrukan dalam sebuah taman, seolah menyindir kita bahwa hutang yang dilakukan di Taman Firdaus dulu telah dilunasi.

KuburNya, laksana rahim Maria, adalah baru, belum pernah dipakai oleh seorangpun juga, sehingga tak ada orang yang bisa berkata, bahwa selain Yesus ada orang lain yang juga bangkit dari kubur itu.

Kubur itu merupakan sebuah batu karang utuh. Jadi kubur itu hanya memiliki satu pintu masuk saja, dan dikawal. Untuk mencuriNya adalah tidak mungkin.

Untuk memahami arti dari penderitaan dan kematian Yesus lebih dalam, Gereja telah menganjurkan sebuah devosi yang indah dengan pahala indulgensi yang besar. Devosi ini disebut Jalan Salib.

Jalan Salib sendiri sebenarnya berasal dari Bunda Maria. Didalam pewahyuan yang dialami oleh St.Brigita, Bunda Maria berkata :”Sepanjang kehidupanku setelah Kenaikan Puteraku, aku selalu mengunjungi tempat-tempat dimana Dia menderita dan memperlihatkan keajaiban-keajaibanNya. PenderitaanNya begitu tertanam didalam hatiku, sehingga jika aku makan atau bekerja, peristiwa itu tetap segar didalam ingatanku”.

Bunda Maria juga berkata kepada St.Brigita :”Beberapa tahun setelah Kenaikan Puteraku, suatu hari diriku sangat dihinggapi oleh kerinduan yang mendalam untuk bersatu kembali dengan Puteraku. Lalu aku melihat satu malaikat yang bercahaya, seperti yang pernah kulihat sebelumnya, yang berkata kepadaku :’Puteramu, yang adalah Tuhan kita dan Allah, mengutus aku untuk mewartakan kepadamu bahwa waktunya sudah di tangan, dimana kamu akan datang bersama tubuhmu kepadaNya, untuk menerima mahkota yang telah dipersiapkan bagimu”.

Lalu Bunda Maria berkata lagi kepada St.Brigita bahwa malaikat itu kemudian menghilang dan dia mempersiapkan dirinya untuk pergi ke tempat-tempat seperti yang disukainya, “Tempat-tempat dimana Puteraku telah menderita dan suatu hari pikiranku terpaku kepada sebuah perenungan tentang Kemurahan Hati Ilahi ini, dan aku merasa jiwaku dipenuhi dengan sukacita yang begitu besarnya, dan didalam perenungan itu, jiwaku terasa lepas dari tubuhku’.

Ada dua pemikiran yang indah bisa diketemukan disini. Pertama, Maria mati karena kasih. Seperti tali senar harpa yang melagukan musik indah, begitu juga Maria mati didalam kasih. Dan kedua, dia mati ketika sedang melakukan Jalan Salib. Dan saya percaya bahwa ketika sedang merenungkan kasih yang besar dari Yesus, yang ditunjukkan di salib diatas Kalvari, maka hatinya bergetar karena kasih. Dengan kata lain, bahwa dia juga mati di Kalvari sama seperti Puteranya.

Apa yang terjadi ialah bahwa umat Kristiani awali mulai mengikuti contoh dari Maria. Mula-mula, beberapa wanita Kristiani pergi bersama-sama Maria melewati jalan salib Tuhan kita. Setelah kematianNya, Jalan Salib menjadi tempat pertama bagi peziarahan umat Kristiani untuk dikunjungi dan berdoa disitu.

Hal ini kemudian menimbulkan kegiatan prosesi, dengan sebuah salib berada pada bagian depan. Bahkan saat ini, seorang pembawa salib yang menuntun prosesi kita sekarang.

Hendaknya kitapun sering berdoa Jalan Salib, paling tidak setiap hari Jumat. Karena merenungkan penderitaan dan kematian Yesus bisa merubah hidup seseorang.

Dibawah ini adalah sebuah kisah nyata, betapa dengan merenungkan Yesus yang disalib, sebenarnya bisa merubah kehidupan seorang pemahat Inggris terkenal.

Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan disebuah taman milik sahabatnya, seniman ini melihat sebatang pohon cherry yang bercabang tiga : yang dua seperti tangan-tangan yang mengarah ke Surga dan yang ketiga menekuk ke depan, seperti kepala yang tertunduk kearah bumi. Seniman wanita itu berpikir :”Pohon ini mungkin bisa dijadikan bentukan Kristus yang disalib”.

Sahabatnya memberikan pohon itu kepadanya. Dan saudara laki-laki seniman ini dijadikan sebagai model orang yang disalib, yang dilakukan selama beberapa menit setiap hari. Lalu dia memahat pohon itu hingga berbulan-bulan lamanya. Pelan-pelan, sedikit demi sedikit, tubuh yang menderita dari seorang pria disalib mulai terbentuk disitu. Dengan beristirahat didepan perapian pada musim dingin yang panjang, dia memandang dengan kagum kearah Yesus yang menderita itu.

Sebelumnya, Yesus yang disalib tak banyak artinya bagi dia, hal itu hanya sekedar simbol keagamaan biasa saja. Namun kini, dengan memandang kepada wajahNya yang berbelas kasih itu, dia menjadi bertanya dalam dirinya, apakah semua ini benar ? Apakah Dia mati disalib ? Apakah Dia mengasihi kita begitu besarnya ? Apakah dosa itu begitu mengerikan ?

Ketika patung salib itu benar-benar selesai, semua orang menjadi kagum melihatnya, tetapi tidak sebesar si pemahat itu sendiri. Hari-hari dan bulan-bulan yang panjang yang dia habiskan untuk merenungkan pahatannya itu, telah merubah hatinya. Segera sesudahnya, dia menjadi seorang Katolik. Namanya adalah Ny.Clare Consuelo Sheridan, pemahat terkenal, kemenakan dari Sir Winston Churchill, dan dia bersaksi atas kuasa untuk merubah yang ada didalam kegiatan kontemplasi terhadap salib.

Saat inipun hal itu masih memiliki kuasa yang besar. Itulah sebabnya Gereja sangat memberikan pahala kepada mereka yang melakukan Jalan Salib.

(Bersambung)