Friday, December 4, 2009

Berdoalah Credo




B A B 9

“Gereja Katolik Yang Kudus”

Didalam kalimat terakhir dari Credo ini kita mendapatkan sekilas dari sifat yang sebenarnya dari Gereja. Hal itu secara pokok merupakan karya dari Roh Kudus. Itulah tempat dimana Dia menunjukkan DiriNya melalui karya persatuan dan pertobatan. Itulah sarana dimana Dia berkarya dengan amat kuat didalam sejarah : melalui persekutuan para kudus (Ekaristi) serta pengampunan dosa (pembaptisan dan rekonsiliasi), itulah kerangka Gereja.

Jika kita menyadari hal ini, kita bisa mengerti dua hal tentang Gereja yang disampaikan melalui kata ‘kudus’ dan ‘katolik’’

Pertama, kita menyebut Gereja sebagai ‘kudus’. Namun jika kita melihatnya, dari pengalaman kita sehari-hari, kita melihat Gereja bersifat bermacam-macam, kecuali kudus. Konsili Vatikan II berbicara tentang Gereja yang berdosa, karena Gereja selalu memerlukan perombakan.

Saya ingat akan seorang profesor tua dari suatu seminari, yang selalu menyoroti sisi negatif dari Gereja ini. Pertama-tama kita sering kagum terhadapnya. Lalu suatu hari dia mengatakan :’Saya tidak ingin anda dipermalukan oleh apa yang menjadi alasan anda masuk Gereja. Apa yang terjadi pada masa yang lalu bisa juga terjadi pada masa mendatang. Unsur manusiawi serta segala akibatnya akan selalu mewarnai Gereja. Tetapi ingatlah, Gereja memiliki unsur ilahi, yaitu Roh Kudus. Dialah jiwa dari Gereja. Dan untuk alasan itulah pintu-pintu neraka, apakah itu berupa penindasan ataupun kesesatan dan imoralitas, tak akan pernah menang atas Gereja.

Jika doa Credo menyebut Gereja sebagai ‘kudus’, hal itu bukan mengacu kepada kesucian dari orang-orangnya, tetapi lebih mengacu kepada unsur keilahian, Roh Kudus, yang melalui Sakramen-sakramen telah melimpahkan kesucian kepada ‘yang tidak suci’. Gereja itu suci karena Mempelainya suci, yaitu Roh Kudus. Gereja itu suci karena Mempelainya menjadikan anak-anaknya sebagai orang-orang yang suci, ya, bahkan mengangkat beberapa dari mereka untuk menjadi orang kudus.

Apa yang mengagumkan disini, adalah bahwa Allah tidak menghalangi kita karena kita tidak suci. Kita cenderung untuk menyamakan kesucian dengan pemisahan orang-orang berdosa serta kehancuran mereka. Namun Yesus tidak membiarkan Yakobus dan Yohanes terbakar dalam keadaan tidak layak (Luk.9:55). Juga Dia tidak membiarkan pencabutan rerumputan yang tumbuh bersama gandum (Mat.13:30). Kesucian sejati bercampur dengan yang tidak suci. Jadi Yesus juga berbaur dengan para pendosa, makan bersama mereka, berbicara dengan mereka, disalibkan diantara mereka. Kesucian sejati tidak memisahkan dirinya dari para pendosa, tetapi justrui mencari mereka. Kesucian sejati tidak mengutuk orang-orang berdosa, tetapi berusaha untuk menyelamatkan mereka.

Jadi Gereja yang benar-benar suci karena Roh Kudus tinggal didalamnya, melebur kedalam kejahatan manusia. Dia tidak berdiri jauh dari pendosa yang berpenyakit kusta, tetapi justru dia menyentuh mereka untuk membersihkan mereka, dia tidak tinggal diam terhadap orang-orang yang terjatuh, tetapi dia membungkuk kearah mereka untuk mengangkat mereka. Kesucian sejati adalah kasih, karena Roh Kudus adalah Kasih. Kasih berusaha meraih orang lain untuk mengangkat mereka yang jatuh dan tersesat.

Betapa menghibur sekali kesucian dari Gereja ini. Bukankah kita semua membutuhkan pengampunan, pengertian dan kasih ? Apakah mengherankan jika Roh Kudus, melalui GerejaNya, memberi kita tempat tinggal, memberi kita harapan, kasih, dan pada akhirnya memberi kita kehidupan abadi ?

Kedua, kita menyebut Gereja sebagai ‘katolik’, dan kita heran tentang hal itu. Katolik berarti persatuan dimana-mana, namun dimana-mana kita melihat ada kebencian, perpecahan, perselisihan. Kita membaptis anak-anak dan menjadikan mereka sebagai anak-anak Allah. Namun seringkali kita sulit menemukan keluargaNya dimana kita bisa menaruh anak-anakNya dengan aman.

Begitu sering GerejaNya dipenuhi dengan banyak praduga, kebencian, egoisme, perpecahan. Jubah Kristus yang tanpa jahitan dikoyak dan dibagikan kepada ratusan Gereja-gereja lain, yang semuanya mengaku sebagai Gereja Kristus. Bahkan Gereja Kristus yang sejati menjadi batu sandungan bagi banyak orang yang melihatnya hanya berfungsi sebagai sebuah lembaga yang mengurusi masalah duniawi saja. Dan lebih menyakitkan lagi, mereka mengkritik Gereja.

Karya Roh Kudus adalah untuk mempertobatkan dunia, bersaksi melalui komunitas Gereja akan kasih Allah kepada dunia. Ia melakukan hal ini melalui kekatolikkannya : persatuan diseluruh dunia.

Arti dari persatuan ini adalah struktur kewilayahan yang diciptakan oleh Sakramen suci ! Gereja setempat harus bersatu dengan uskupnya dan semua uskup di dunia harus bersatu dengan yang lainnya dan dengan uskup Roma, Paus.

Arti yang lebih dalam dari persatuan ini adalah kasih. Konsili Vatikan II menjelaskan Gereja sebagai ‘semacam sakramen atau tanda persatuan yang erat dengan Allah, dan persatuan dari seluruh umat manusia’. Apakah sakramen atau tanda ini ? Ia adalah suatu komunitas orang-orang yang saling mengasihi satu sama lain dengan amat dalam. Dan mengapa ada sakramen atau tanda ini ? Karena persatuan itu hanya mungkin karena adanya kehadiran Allah. “Dimana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, Aku hadir ditengah-tengah mereka” (Mat.18:20).

Kapanpun dan dimanapun orang melihat dua atau tiga orang yang betul-betul saling mengasihi, dia sedang melihat Tuhan disitu. Tuhan dinyatakan dalam diri mereka. Kasih itulah yang menarik kaum berhala kepada Gereja. “Lihatlah, betapa umat Kristiani saling mengasihi satu sama lain”. Kasih seperti itu adalah ‘sebuah tanda persatuan yang erat dengan Allah’, sebuah tanda yang dimaksudkan untuk membawa persatuan semua orang, kekatolikan yang sejati.

Kita harus selalu waspada agar kita bisa merubah Gereja menjadi sebuah lemari tempat menyimpan jiwa-jiwa yang sabar. Garam dimaksudkan untuk diambil dari tempat penyimpanannya. (Bukan untuk disimpan saja). Setiap Misa Kudus ditutup dengan perintah kepada setiap umat Katolik untuk pergi keluar dan mengasihi Allah dengan cara melayani orang lain. Dibaptis berarti diperintah untuk mewartakan kepada dunia.

Kata ‘katolik’ berarti ‘umum’. Jadi, batas dari Gereja adalah seluruh dunia ini, segala bangsa. Komunitas Katolik tidak boleh lebih sempit dari pada bangsa manusia.

Hanya dengan menyelamatkan orang lain maka kita bisa menyelamatkan diri sendiri. Jika kita berdiri dihadapan Allah, Dia akan bertanya kepada kita :”Dimana yang lainnya ? Sisanya ?”. Tak ada artinya jika kita menyimpan talenta kita dengan cara menguburkannya. Orang yang menguburkan talentanya akan kehilangan hal itu. (Mat.25:28). Jika seorang kudus ditanya mengapa dia ingin meninggalkan rumahnya dan pergi ke tanah-tanah misi yang jauh, dia akan menjawab : ‘Saya tidak ingin pergi ke Surga sendirian’.

(Bersambung)